RINCIH.COM. Penjualan online terus tumbuh secara signifikan di Asia Tenggara, meski banyak platform e-commerce telah ditutup selama tiga tahun terakhir.
Hal ini menunjukkan montradiksi. Data menunjukkan bahwa total penjualan e-commerce di wilayah tersebut meningkat dari $132 miliar pada tahun 2022 menjadi $165 miliar pada tahun 2024, menunjukkan permintaan konsumen yang kuat dan ekspansi pasar.
Namun, pada saat yang sama, banyak platform e-commerce telah berhenti beroperasi atau mengurangi skala, termasuk nama-nama besar seperti JD Indonesia, Facebook Shop, dan Bukalapak untuk pasar utama Indonesia.
Mengapa ini terjadi?
Paradoks ini dapat dijelaskan oleh beberapa tren utama yang membentuk pasar:
Konsentrasi Pasar dan Dominasi Beberapa Raksasa.
Sementara e-commerce secara keseluruhan berkembang, pertumbuhannya ditangkap secara tidak proporsional oleh beberapa pemain dominan, seperti Shopee, Lazada, dan TikTokShop.
Platform yang lebih kecil atau khusus berjuang untuk bersaing dengan logistik, kekuatan harga, dan jangkauan pelanggan yang luas dari raksasa ini.
Skala Ekonomi vs. Tantangan Profitabilitas.
Banyak platform e-commerce, terutama yang lebih baru atau lebih kecil, menghadapi biaya akuisisi pelanggan yang tinggi dan margin yang tipis.
Platform yang tidak dapat berkembang dengan cepat atau mengamankan pendanaan berjuang untuk bertahan hidup, bahkan di pasar yang berkembang.
Pergeseran Perilaku Konsumen.
Perdagangan sosial dan belanja streaming langsung berkembang pesat, mengalihkan lalu lintas dari platform e-commerce tradisional.
Penurunan FacebookShop adalah contoh utama bagaimana beberapa format kehilangan relevansi.
Tantangan Regulasi dan Operasional.
Peningkatan peraturan pemerintah, terutama di Indonesia dan Malaysia, telah mempersulit pemain asing seperti JD untuk mempertahankan operasi. Tantangan logistik dan perang harga semakin menekan margin untuk platform yang lebih kecil.
Konsolidasi & Merger.
Alih-alih mempertahankan beberapa platform, perusahaan menggabungkan, mengakuisisi, atau menutup usaha yang kurang menguntungkan untuk mengkonsolidasikan sumber daya.
Pertumbuhan Tidak Berarti Peluang bagi Semua Orang
Paradoks ini menyoroti bahwa sementara industri secara keseluruhan sedang booming, jumlah pemain yang layak menyusut. Pemenangnya belum tentu pendatang baru atau pemain yang beragam, tetapi beberapa platform terkonsentrasi yang mendominasi melalui ekspansi agresif, efek jaringan, dan efisiensi operasional.
Bagi bisnis dan investor, kuncinya adalah: pertumbuhan e-commerce tidak sama dengan kesempatan yang sama untuk semua pemain-hanya platform yang paling tangguh, mudah beradaptasi, dan didanai dengan baik yang akan bertahan dari gelombang konsolidasi. (Malte Karstan, Retail Expert)