RINCIH.COM. Neil Saunders, Managing Director and Retail Analyst at GlobalData mengatakan, hasil laporan keuangan merek pakaian olahraga terkemuka dunia menunjukkan hubungan konsumen dengan pakaian olahraga, yang dimulai selama pandemi, akan segera berakhir. Meski masih dalam pertanyaan, namun faktanya konsumen sedikit lebih lamban untuk membeli. Tekanan dari merek baru menjadi tantangan bagi merek yang sudah mapan.
Neil dalam akun media sosialnya menyampaikan, ada kesalahan langkah strategis oleh merek seperti Under Armour. Namun masih ada performa baik yang dimilikinya, yakni penjualan pada kuartal terakhir naik sebesar 27,8 persen. “Sementara peritel pakaian, seperti Abercrombie & Fitch dan Free People telah sukses besar dengan merek yang terinspirasi olahraga YBP dan FP Movement mereka,” tulisnya.
Sementara, Elena Kirioukhina, Independent Consultant Retail menjelaskan, banyak merek fesyen sangat menginginkan tren “pakaian olahraga / activewear” melambat. Terlepas dari upaya inovasi dilakukan, misalkan memasangkan sepatu kets dengan gaun dan rok. Tapi, tampilannya masih agak dipertanyakan.
“Oleh karena itu, suka atau tidak, mode kelas atas kembali berfokus pada kaus, terlihat di mana-mana, seperti dari Celine hingga Moschino, bahkan Dries Van Noten. Kenyamanan yang diberikan sepatu kets sulit untuk ditinggalkan,” katanya, kemarin melalui akun media sosialnya.
Elena melanjutkan, tantangan yang dihadapi merek-merek besar lebih terletak pada kenyataan bahwa persaingan telah meningkat secara dramatis. Kolaborasi menjadi salah satu Solusi. Seperti merek wanita muda yang sedang naik daun, menawarkan kolaborasi menarik, yaitu kolaborasi Cecilie Bahnsen dengan ASICS.
“Kolaborasi ini menghadirkan model Quantum 360 VIII yang diperbarui, yang ideal untuk penampilan feminine,” ungkap Elena.
“Beberapa merek-merek besar, untuk alasan yang jelas sangat lambat berinovasi, sedangkan konsumen sudah “Lelah” terhadap merek besar,” tutupnya.