RINCIH.COM. Beberapa hari lalu saya diundang sebuah lembaga pemerintah untuk menjadi juri dalam kegiatan yang memeriahkan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Saat pertama kali menerima undangan itu saya agak kaget (dengan sedikit tertawa geli) karena diminta untuk menjadi juri sebuah “fashion show“. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan dalam hidup saya selama ini.
Saya sampaikan penolakan dengan sopan dan mengatakan bahwa saya bukan ahli di bidang itu. Tapi barangkali yang mengundang tak berharap seorang ahli busana “beneran” untuk menjadi juri. Setelah tektokan melalui pesan singkat saya pun menyetujui undangan itu dengan “disclaimer” bahwa saya bukan ahli “fashion” dan hanya akan menilai dari sisi “fashion as communication“, mirip dengan judul bukunya Malcolm Barnard, seorang ahli di bidang “visual culture” dari Inggris.
Dalam bayangan saya dan mungkin juga sebagian orang, “fashion show” yang akan berlangsung akan diisi dengan orang yang berjalan lenggak lenggok di “catwalk” dengan muka datar. Ternyata itu anggapan yang kurang tepat, “fashion show” yang berlangsung setelah upacara kemerdekaan itu konon mirip seperti pergelaran “fashion week” awal di Amerika sana yang digelar dengan aksi teatrikal dan narasi, karena momennya adalah hari kemerdekaan Indonesia, maka busana yang ditampilkan adalah pakaian adat nusantara, meniru tokoh bangsa’, pejuang, dan banyak lagi diiringi musik atau lagu pilihan yang membuat “fashion show” menjadi semarak, bahkan acara juga semakin semarak dengan adanya lomba adu bakat yang pesertanya adalah para pegawai.
Soal “fashion as communication“, barangkali masyarakat tak perlu diberitahu bahwa “fashion” memiliki fungsi untuk melindungi tubuh pemakainya dan model serta corak busana yang mereka pakai juga dipengaruhi oleh latar belakang adat, budaya, agama, pendidikan, status sosial, dan lainnya.
Tapi setelah acara, saya sampaikan ke panitia bahwa fashion show dan lomba adu bakat yang mereka gelar, secara sadar atau tidak telah menyampaikan pesan bahwa mereka sangat menghargai kebhinekaan, menghormati para pejuang, pahlawan, dan juga tokoh-tokoh bangsa. Barangkali seperti kata novelis Italia Umberto Eco, “I speak through my clothes“
Kemudian saya baru tahu bahwa persiapan untuk lomba itu hanya lebih kurang seminggu. Untuk itu saya acungi dua jempol karena kreatifitas, semangat, dan optimisme dalam menyelesaikan pekerjaan, kalian hebat
Indonesia memang akan maju jika bangsanya kreatif, optimistis, dan penuh semangat untuk mengisi kemerdekaan. Salam merdeka!
(Rudi Andanu, Journalist)