RINCIH.COM. Pada pertengahan 1990-an, ketika internet mulai membentuk kembali perdagangan dengan pemain baru yang aneh seperti eBay dan Amazon, pengecer fisik terbesar di dunia, menghadapi keputusan penting: merangkul batas digital atau mengambil risiko keusangan. Periode ini ditandai dengan perdebatan internal dan benturan budaya yang akan menentukan lintasan perusahaan di era digital.
Perlawanan Awal dan Peluang yang Terlewatkan
Pada akhir 90-an, eksekutif Walmart Robert Davis mengakui potensi e-commerce dan mengadvokasi investasi yang signifikan dalam ritel online. Dia mengusulkan memanfaatkan infrastruktur Walmart yang luas untuk melampaui pesaing yang sedang berkembang seperti Amazon. Namun, CEO saat itu David Glass skeptis, dilaporkan menolak gagasan tersebut dengan menyarankan bahwa penjualan online tidak akan pernah melampaui satu lokasi Sam’s Club. Keraguan ini memungkinkan Amazon untuk mendapatkan keunggulan yang substansial di ruang e-commerce.
Bentrokan Internal dan Kesenjangan Budaya
Terjun Walmart ke e-commerce semakin diperumit oleh konflik internal. Divisi ritel tradisional perusahaan waspada terhadap penjualan online yang mengkanibal pendapatan di dalam toko. Ketegangan ini menciptakan lingkungan yang menantang untuk inisiatif digital, seringkali menyebabkan kurangnya investasi dan peluang yang terlewatkan.
Akuisisi Strategis dan Transformasi Digital
Menyadari kebutuhan untuk mengejar ketinggalan, Walmart mengakuisisi Jet.com pada tahun 2016 seharga $3,3 miliar, membawa veteran e-commerce Marc Lore untuk memimpin operasi digitalnya. Langkah ini menandakan komitmen untuk merangkul e-commerce, meskipun juga menyoroti perbedaan budaya antara operasi tradisional Walmart dan mentalitas startup Jet.com.
Merangkul Ritel Omnichannel
Di bawah CEO Doug McMillon, Walmart telah bergeser ke pendekatan omnichannel, mengintegrasikan pengalaman online dan offline, Investasi dalam pengambilan bahan makanan online, layanan pengiriman, dan situs web yang diperbarui telah memposisikan Walmart sebagai pemain tangguh dalam e-commerce. Pada tahun 2024, perusahaan melaporkan lebih dari $100 miliar dalam penjualan e-commerce global, yang mencerminkan keberhasilan transformasi digitalnya.
Pelajaran
Perjalanan Walmart menggarisbawahi tantangan yang dihadapi pengecer tradisional dalam beradaptasi dengan disrupsi digital. Perlawanan awal dan konflik internal dapat menghambat kemajuan, tetapi investasi strategis dan pergeseran budaya sangat penting untuk transformasi. Saat ini, penerimaan Walmart terhadap e-commerce berfungsi sebagai bukti kemampuannya untuk berkembang dan bersaing di pasar digital.
Contoh serupa
Di Jerman, MediaMarktSaturn yang dimiliki CECONOMY menghadapi cerita penundaan yang sama. Raja waralaba toko lokal memblokir peluncuran toko online Mediamarkt yang terkonsolidasi selama setahun. (Septiadi, Malte Karstan)