Ilustrasi bisnis ritel. Foto: istimewa

RINCIH.COM. Indonesia. Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo menjelaskan, salah satu penyebab runtuhnya bisnis ritel di Indonesoa adalah biaya (costing) ritel yang terlalu besar, sehingga manajemen kesulitan dalam melanjutkan kerja bisnisnya. Apa lagi, persaingan industri ritel kian menyempit.

“Karena satu, mungkin costing-nya besar. Misalnya tokonya cuma 10. Jadi tidak bisa bersaing sama tokonya yang banyak,” terang Budi usai agenda konferensi pers Inabuyer B2B2G Expo di Gedung Smesco, Jakarta, Selasa (6/5).

Budihardjo menambahkan, tantangan persaingan dengan toko online juga menjadi salah satu penyebab. Menurutnya, masyarakat saat ini mulai jenuh berbelanja secara langsung di gerai dan beralih ke e-commerce untuk berbelanja.

“Ya lokasinya, ataupun mungkin sudah jenuh banyak online. Karena itu online juga harus dibetulin ya. Jadi orang berubah maunya online,” tambahnya.

Penyebab lainnya menurut Budihardjo adalah perang dagang dan kondisi geopolitik sehingga menjadi satu penyebab melemahnya saya beli masyarakat. Hal ini tentunya mendorong kian melesunya pasar di Indonesia maupun global.

Budihardjo menaruh optimistis. Industri ritel tidak akan mati. Bahkan banyak gerai ritel baru yang buka di luar kota, meski menyasar pada beberapa segmen saja.

“Ada yang tutup, tapi ada yang buka. Dan luar kota lebih bagus. Jadi banyak buka di luar kota. (Perkiraan pertumbuhan) Kami sih tergantung segmennya. Kalau yang personal care bisa 10%. Plus online ya. Tapi kalau yang minimarket mungkin 8%-9%. Beda-beda ya segmennya,” tambahnya. (Septiadi, Kontan)

By Septiadi

Adalah seorang penulis, dengan pengalaman sebagai wartawan di beberapa Media Nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *