Ilustrasj Fenomena Showrooming. Foto: ist

RINCIH.COM. Rombongan jarang beli (Rojali) merupakan bagian dari perubahan perilaku  konsumen, bukan penyebab gagalnya kinerja bisnis ritel. Rojali justru mendorong pelaku ritel agar lebih inovatif.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan menegaskan, fenomena Rojalj kurang tepat bila dikaitkan dengan kegagalan strategi ritel konvensional.

“Justru saat ini perubahan pola konsumsi masyarakat menjadikan mal tidak hanya sebagai tempat berbelanja, melainkan juga sebagai ruang publik dan tempat rekreasi,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan saat ditemui di kantornya, dikutip Jumat (1/8/2025).

Menurut Iqbal, pergeseran-pergeseran perilaku tersebut bisa dimanfaatkan pusat perbelanjaan untuk menyesuaikan strategi bisnis, misalnya dengan lebih banyak menghadirkan penyewa dari sektor gaya hidup dan makanan-minuman atau food and beverage (FnB).

“Kunjungan masyarakat yang tampak hanya sekadar jalan-jalan di mal merupakan bentuk showrooming, yakni melihat-lihat barang secara fisik sebelum membelinya secara online,” ungkapnya.

Meski tidak belanja barang, kata dia, transaksi sektor FnB justru menunjukkan peningkatan karena masyarakat hanya nongkrong di mal namun sebenarnya tetap mengonsumsi, hanya berbeda produknya saja. 

Iqbal menjelaskan saat ini banyak pelaku usaha ritel telah menerapkan strategi omnichannel. 

Omnichannel merupakan strategi marketing yang mengacu pada kehadiran perusahaan di berbagai saluran sambil memastikan pelanggan mendapat pengalaman yang positif. Saluran yang dimaksud bisa mencakup saluran online dan offline, seperti website, aplikasi, media sosial, em-mail, maupun store offline.

“Pedagang itu sekarang menjual barangnya tidak hanya secara fisik di toko. Mereka juga live di channel seperti TikTok atau tergabung dalam platform-platform digital,” jelas Iqbal.

Dengan cara ini, pembeli bisa melihat barang secara online, bahkan memesan tanpa harus datang langsung. Hal ini juga yang membuat transaksi di pusat perbelanjaan tetap berjalan meskipun traffic pengunjung fisik menurun di beberapa tempat.

Iqbal menegaskan indikator utama keberhasilan ritel bukan semata traffic, tapi transaksi. Iqbal juga menyampaikan perhatian utama Kemendag bukan pada ramai atau tidaknya pengunjung di pusat perbelanjaan melainkan apakah pedagang tetap bisa menikmati transaksi dan pendapatan.

“Kalau masalah traffic itu bukan berarti tidak penting, tapi bukan menjadi perhatian utama. Yang menjadi perhatian utama kita itu transaksi yang dinikmati oleh pedagang,” imbuhnya. (Septiadi, Bloomberg)

By Septiadi

Adalah seorang penulis, dengan pengalaman sebagai wartawan di beberapa Media Nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *