Ilustrasi penjaga toko. Foto: istimewa

RINCIH.COM. “Karyawan dipotong gaji atau disuruh ganti kalau ada barang hilang” itulah fenomena ketika bekerja di ritel. Di dunia retail, barang hilang ini diistilahkan sebagai “retail shrinkage”. 

Azzam M Himmah, Retail Specialist FMCG & GMS mengatakan, intinya, jumlah barang di display atau gudang nggak sesuai sama data penjualan. Bisa karena dicuri, rusak, atau salah hitung. 

Apakah ini yang bikin seseorang berpikir ulang untuk bekerja di dunia ritel?. Angka kerugian akibat shrinkage tidak kecil, bisa puluhan bahkan ratusan juta. “Nah, agar tidak rugi terlalu banyak, pihak  mengambil jalan pintas, salah satunya dengan membebani kerugian itu ke karyawan,” katanya kemarin.

Kok Bisa Karyawan yang Kena Getahnya?

Azzam menjelaslan, logika owner bisnis kira-kira begini: “Biar Nggak Cuek Aja!”: Mereka mikir, kalau karyawan harus ganti rugi, pasti mereka bakal lebih peduli keamanan di toko. Sehingga merekatidak asal-asalan, lebih teliti, dan mengawasi biar tidak ada maling. “Pasti Ada yang Lalai!”: Kalau ada barang hilang, berarti ada yang salah sama kerjaan karyawan. Mungkin tidak ngecek stok dengan benar, ngawasin CCTV, atau nggak ngikutin prosedur keamanan.

“Biar Perusahaan Nggak Boncos!”: Ini cara buat menekan biaya operasional. Biar profit nggak turun, jadi beban kerugian dialihkan ke karyawan. 

Pada realita-nya, di beberapa perusahaan ritel, yang menerapkan penggantian 100% barang hilang, tanpa ada perhitungan budget shrinkage, justru angka shrinkage semakin tinggi. Kenapa? karena gaji dipotong, otomatis mereka menutupi kehilangan gajinya dengan melakukan fraud.

Tapi, hal ini dianggap tidak adil. Meskipun alasannya tampak logis dari sisi bisnis, kebijakan ini punya impact buat karyawan, seperti Burnout: Karyawan disuruh ganti rugi barang yang bukan salah mereka? Ini kan di luar kendali mereka. Beban ini bikin stres mental yang luar biasa dan ngerasa diperlakukan nggak adil. Gaji yang harusnya buat kebutuhan sehari-hari, malah kepotong buat nutupin kerugian perusahaan.

Bikin Produktivitas Turun: Kalau seperti ini, siapa sih yang semangat kerja? Karyawan bakal merasa kerja kerasnya sia-sia. Turnover yang Tinggi: Ketika lingkungan kerja nggak sehat, karyawan memilih untuk resign.

Perusahaan terus merekrut dan melatih orang baru, yang justru bisa jadi lebih mahal daripada kerugian yang coba mereka tekan.

Kebijakan ini mungkin kelihatan efektif dari sisi bisnis, tapi dampaknya pada perusahaan jauh lebih buruk. Nyatanya, perusahaan tetap rugi besar, dan work culture perusahaan jadi negatif.

Terus solusinya apa? Bangun sistem “Loss & Risk Prevention manajemen inventaris, audit berkala dan bangun work culture yang berintegritas., daripada menempatkan beban yang tidak adil pada pundak karyawan.

Sofyan Muharam, Retail Expert membenarkan fenomena tersebut. Menurutnya, Store Manager menjadi korban untuk menggantikan shrinkage. “Kebijakan tersebut terbukti menurunkan moral dan motivasi karyawan,” katanya. 

Pertanyaannya, apakah jika kebijakan mengganti shrinkage tidak diterapkan maka shrinkage akan meningkat? Jawabnya tidak! Sofyan membeberkan pengalamannya tatkala bekerja di salah satu industri ritel. Menurutnya kebijakan tersebut tidak ada

“Namun Store Manager (SM) ACCOUNTABLE terhadap kinerja shrinkage di tokonya. Setiap bulan saya melakukan sesi yg disebut accountability dengan atasan saya. Hasilnya ada rasa tanggung jawab untuk mengontrol shrinkage agar selalu memenuhi target,” katanya. 

Dan hal ini dimiliki oleh semua SM lain dan tim toko di manapun. Moral kerja positif dan effort mengontrol shrinkage tetap jalan tanpa kebijakan tersebut. (Septiadi)

By Septiadi

Adalah seorang penulis, dengan pengalaman sebagai wartawan di beberapa Media Nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *