RINCIH.COM. Banyak merek kecantikan global tetap ragu-ragu untuk memasuki pasar Afrika – bukan karena kurangnya permintaan, tetapi karena risiko yang terus-menerus.
Maureen Aluoch, CEO/CPO di Angaza Place Ltd..menjelaskan, The Grey Market atau pasar abu-abu merupakan saluran yang tidak sah ini mengganggu penetapan harga, merusak persepsi merek, dan membanjiri pasar dengan produk yang tidak memiliki akuntabilitas atau pendidikan lokal.
“Ini adalah ancaman tak terlihat dengan konsekuensi yang terlihat,” ungkapnya dalam LinkedIn, Ahad (13/4/2025).
Contoh kasus: Estée Lauder saat ini menghadapi gugatan karena diduga mengandalkan dan menyembunyikan penjualan pasar abu-abu di China terutama melalui pengecer “daigou”. Gugatan tersebut mengklaim bahwa penyembunyian ini menyesatkan investor terutama setelah tindakan keras pemerintah China terhadap praktik semacam itu yang menyebabkan nilai saham 19% menghapus sekitar $ 8,7 miliar dalam nilai saham
Tapi ini bukan jalan buntu, ini adalah tantangan yang dapat kita atasi dengan struktur dan strategi. Strategi Mitigasi Utama:
Sistem lacak dan pelacakan: Serialisasi, kode QR, dan. teknologi pelacakan stok dapat mencegah kebocoran ke pasar yang tidak sah.
Ekosistem ritel terverifikasi: Orientasi dan pendaftaran publik pengecer tepercaya membantu memperkuat kepercayaan beli dan kontrol merek.
Audit ritel rutin: Pantau penempatan produk, harga, dan perilaku penjual di dalam toko dan online.
Perlindungan hukum: Perlindungan IP proaktif, kebijakan penghapusan, dan kontrak khusus wilayah sangat penting.
Logistik lintas batas yang diperketat: Distribusi terpusat dan pengiriman geo-locked mengurangi impor paralel.
Maureen mengatakan, Afrika adalah pasar dengan kecanggihan yang meningkat, konsumen yang sadar, dan peluang yang belum dimanfaatkan, tetapi untuk membuka potensinya, kita harus melindungi integritas merek terlebih dahulu. (Septiadi)