Sephora. Foto: istimewa

RINCIH.COM. Gagasan shop-in-shop bukanlah hal baru. Dalam beberapa kasus, terutama dengan department store, ide shop-in-shop muncul dari keputusasaan untuk menemukan cara menggunakan ruang toko yang berlebihan. Hal ini juga bukan alasan utamaĺl untuk membentuk kemitraan.

Konsep shop-in-shop yang baik harus menambah nilai. Mereka harus menawarkan sesuatu yang belum disediakan oleh pengecer tuan rumah. Peritel bisa mengambil hikmah dari Sephora di Kohl’s untuk produk kecantikan. Alih-alih menggunakan merek lain untuk membantu bisnis intinya, tapi tidak dapat menyelamatkan pengecer tuan rumah yang buruk.

Ini juga berlaku untuk JCPenney, yang memiliki Sephora, sebelum Kohl’s melakukannya. Apa yang terjadi di sana adalah Sephora membantu mengarahkan lalu lintas pejalan kaki melalui pintu JCP, tetapi sangat sedikit pelanggan yang datang untuk produk kecantikan bahkan repot-repot menelusuri sisa toko, apalagi membeli barang.

Shop-in-shop bekerja paling baik ketika kemitraan yang setara, ketika ada tingkat saling melengkapi antara proposisi, dan ketika kedua merek bekerja sama untuk membuat konsep berhasil.

Target dan Ulta adalah contoh yang baik untuk ini. Ulta membantu Target menjangkau ruang kecantikan premium dan Target membantu Ulta memperluas audiensnya, terutama bagi pembeli yang lebih muda. Tidak ada merek yang bergantung pada yang lain untuk sukses. Kesepakatan mereka hanyalah lapisan gula pada dua kue yang kuat.(Neil Saunders, GlobalData)

By Septiadi

Adalah seorang penulis, dengan pengalaman sebagai wartawan di beberapa Media Nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *