Pohon nilam sebagai bahan baku minyak wangi. Foto: ist

RINCIH.COM. Indonesia adalah negara kaya, kaya akan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Namun, kekayaan tersebut belum membuat Indonesia sukses dalam mencukupi kebutuhan para penduduknya. Masih banyak aneka bahan pangan dan kosmetik yang diimpor untuk memenuhi permintaan di Indonesia.

Ironis, namun memang demikian adanya. Menurut Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi selaku Direktur South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB maraknya impor bahan baku di Indonesia disebabkan oleh keterbatasan industri Indonesia dalam mengolah bahan baku ke dalam bentuk sekunder atau tersier.

“Bahan baku memang banyak di Indonesia, dalam rempah-rempah kita adalah produsen terbesar, tapi yang kita jual adalah bentuk primer,” kata Nuri mengutip LinkedIn Sisca Setyawati, Ahad (4/8/2024).

Nuri menambahkan, impor bisa dikurangi ketika industri sudah mampu mengolah bahan baku dari bentuk primer menjadi bentuk sekunder dan tersier berkualitas tinggi. Jika tercapai maka tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi Indonesia juga bisa memenuhi permintaan. pasar internasional.

Namun yang terjadi di Indonesia, hingga saat ini Indonesia mengimpor bahan kosmetik sekunder dan tersiernya dengan mengekspor primernya. Salah satu contohnya adalah minyak nilam. Saat ini nilam banyak diekspor yang kemudian masuk kembali ke Indonesia setelah diolah lebih lanjut di negara lain dengan harga yang lebih tinggi. Minyak nilam di ekspor ke negara Perancis yang kemudian masuk lagi ke Indonesia dalam bentuk bahan parfum atau produk parfumnya itu sendiri dengan harga yang sangat tinggi. Begitu juga dengan produk palm kernel oil di ekspor mentah yang semestinya bisa diolah lebih lanjut di dalam negeri ketimbang diekspor dan masuk kembali ke pasar domestik.

“Indonesia, bisa memulai dari bahan paling kecil seperti ekstrak vanila, minyak cengkeh, minyak pala, buah dan kulit mangrove dan lainnya. Indonesia bisa merajal pasar asal kualitas produk yang dihasilkan tinggi dan memiliki keunikan dari negara lain,” jelas Nuri.

Harmonisasi industri hulu, intermediate, hilir, dan ritel produk pangan dan kosmetik perlu dijalankan mengikuti dinamika pasar sehingga daya saing produk dalam negeri tetap terjaga dan berimbang dengan produk impor.

By Septiadi

Adalah seorang penulis, dengan pengalaman sebagai wartawan di beberapa Media Nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *