RINCIH.COM. Pengamat ekonomi sekaligus dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Abdul Muthalib menjelaskan, kebijakan menaikkan Pajak Penambahan Nilai (PPn) sebesar 12 persen dari semula 11 persen, akan memberikan tekanan signifikan pada konsumen dan sektor bisnis, khususnya ritel.
Muthalib menegaskan, konsumen akan menjadi kelompok yang paling merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut. “PPN adalah pajak konsumsi yang dibebankan pada setiap transaksi barang dan jasa. Dengan kenaikan ini, harga barang otomatis naik, sehingga daya beli masyarakat akan terganggu. Konsumen akan lebih selektif dalam membelanjakan uang mereka,” jelasnya, seperti dikutip news unismuh.ac.id, Selasa (19/11/2024).
Murhalib menambahkan, kebijakan ini akan merubah perilaku konsumen untuk cenderung memilih produk dengan harga lebih murah dan ukuran lebih kecil. “Kita sudah melihat tren ini dalam beberapa tahun terakhir. Kenaikan tarif PPN akan mempercepat pergeseran tersebut, terutama di sektor kebutuhan pokok seperti air mineral. Produk dengan harga di bawah rata-rata semakin diminati,” tambah Muthalib.
Hal ini juga akan memengaruhi strategi bisnis ritel. Muthalib menjelaskan bahwa pelaku usaha ritel harus beradaptasi dengan preferensi pasar yang terus berubah. “Bisnis ritel harus menyediakan produk yang lebih terjangkau dan fleksibel dalam hal ukuran. Ini adalah tantangan berat, terutama bagi ritel yang sudah tertekan oleh kondisi ekonomi saat ini,” ungkapnya.
Muthalib mengingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan dampak jangka pendek dari kebijakan tersebut. “Kebijakan ini memang strategis untuk stabilitas fiskal, tetapi pemerintah harus terus memantau dampaknya terhadap konsumen dan pelaku usaha, khususnya sektor ritel. Langkah mitigasi sangat diperlukan untuk memastikan kebijakan ini tidak menghambat pertumbuhan ekonomi,” tutupnya.